Minggu, 10 Februari 2013

NIROM

Nederlandsch Indische Radio Oemroep Maatschapij (NIROM)

Sejak Guglielmo Marconi yang berasal dari Italia mematenkan penemuan awal teknologi radio pada tahun 1896, teknologi radio tersebut terus mengalami perkembangan yang sangat pesat dan terus mengalami penyempurnaan, terutama dalam hal teknisnya. Namun, teknologi radio baru digunakan secara umum oleh masyarakat Eropa pada awal abad ke-20. Sejak itu, teknologi radio mulai tumbuh menjadi sebuah industri dan telah menjadi media telekomunikasi yang cukup penting di Eropa selain telgraf dan telepon.
Perkembangan teknologi radio yang sangat pesat di Eropa, turut mempengaruhi perkembangan media telekomunikasi di Hindia Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda mulai membawa teknologi radio ke wilayah Hindia Belanda pada awal tahun 1920-an sebagai media telekomunikasi alternatif selain telegraf dan telepon yang sudah ada. Sejak itu, industri radio mulai tumbuh dan berkembang, sehingga berbagai merek pesawat radio mulai masuk ke Hindia Belanda. Stasiun-stasiun radio pun bermunculan di beberapa kota besar di Hindia Belanda. Namun, stasiun-stasiun radio tersebut merupakan stasiun radio yang didirikan oleh swasta Belanda. Oleh sebab itu, Pemerintah Hindia Belanda ingin segera mendirikan suatu stasiun radio sendiri yang akan mengakomodasi kepentingan pemerintah di Hindia Belanda dalam hal telekomunikasi. Stasiun radio milik pemerintah tersebut kemudian diberi nama NIROM.

Berdirinya NIROM
Nederlandsch Indische Radio Oemroep Maatschapij atau lebih dikenal sebagai NIROM merupakan salah satu stasiun radio terbesar yang ada di Hindia Belanda. NIROM merupakan stasiun radio yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1934. NIROM sebenarnya bukanlah stasiun radio pertama yang berdiri di Hindia Belanda, karena sebelumnya telah ada Bataviasche Radio Vereeniging yang lahir di Batavia pada 16 Juni 1925, yang didirikan oleh swasta Belanda. Selain itu, ada beberapa stasiun radio swasta lainnya yang didirikan di beberapa kota besar di Hindia Belanda. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa NIROM merupakan stasiun radio milik Pemerintah Hindia Belanda pertama yang ada di kawasan Hindia Belanda.
Sejak awal tahun 1930-an, Pemerintah Hindia Belanda telah melakukan berbagai pembangunan infrastruktur yang akan mendukung jaringan telekomunikasi yang ada di Hindia Belanda, terutama jaringan telepon dan telegraf yang merupakan akses penting dalam jaringan telekomunikasi pada kala itu. Selain itu, Pemerintah Hindia Belanda juga sedang mempersiapkan pendirian stasiun radio yang membutuhkan jalur kabel telepon yang sangat panjang dan berbagai teknologi pendukungnya. Oleh sebab itu, berbagai persiapan telah dilakukan oleh pemerintah dengan mendatangkan para ahli langsung dari Belanda.
Kemudian, untuk mematangkan rencana pendirian stasiun radio tersebut, pemerintah melalui Dinas PTT (Pos, Telegraph, en. Telephone Dienst) segera membangun beberapa pemancar (zender) di beberapa tempat di Pulau Jawa, seperti di Tanjung Priuk, Surabaya, Bandung, dan Semarang. Jaringan kabel telepon pun dibutuhkan untuk menghubungkan antara satu pemancar dengan pemancar lainnya,  Kemudian, walaupun secara teknis masih belum sempurna, NIROM secara resmi berdiri dan melakukan siaran perdana pada tanggal 1 April 1934 atau persis satu tahun setelah berdirinya SRV di Sala. Ketika itu, jumlah pemancar yang telah didirikan oleh pemerintah baru sekitar empat buah pemancar. Setelah itu, pemerintah terus melakukan pembangunan pemancar baru di beberapa wilayah di Hindia Belanda, sehingga pada tahun 1936, NIROM telah memiliki 20 pemancar. Baru kemudian pada tahun 1939, pemerintah melakukan penyempurnaan kembali dengan membangun 28 pemancar di seluruh wilayah Hindia Belanda. Pemerintah ketika itu juga membangun jaringan kabel telepon sepanjang ribuan kilometer untuk menghubungkan satu pemancar dengan pemancar lainnya.
Namun demikian, selama pelaksanaan pembangunan infrastruktur pendukung, secara teknis pemerintah mengalami banyak kendala. Kendala-kendala ini pada umumnya dialami karena luasnya wilayah Hindia Belanda dan juga karena kendala teknis yang dipengaruhi oleh iklim yang ada di Hindia Belanda yang beriklim tropis. Namun, kendala-kendala teknis tersebut tidak menyurutkan pemerintah untuk membangun stasiun radionya sendiri.

Perkembangan NIROM
Setelah NIROM berdiri, siaran-siaran yang ditawarkan berupa siaran-siaran yang mengandung unsur budaya Barat, karena ketika itu pasar dari NIROM adalah orang-orang Eropa yang ada di Hindia Belanda. Tetapi, demi kepentingan pasar yang lebih besar, NIROM pun tidak menutup kemungkinan untuk menyiarkan program-program budaya Ketimuran yang lebih diminati oleh masyarakat pribumi Hindia Belanda, termasuk masyarakat Timur lainnya seperti masyarakat Tionghoa dan masyarakat Arab yang tinggal di Hindia Belanda. Apalagi, setelah melihat kesuksesan yang dialami oleh Radio Ketimuran. Oleh sebab itu, beberapa bulan setelah peresmian berdirinya, NIROM pun segera mencoba untuk menyiarkan “Siaran Ketimuran” dalam program siarannya. Ternyata, sambutan dari pendengar cukup positif, sehingga NIROM memerlukan untuk menambah jam program “Siaran Ketimuran”. Adanya perubahan dan perkembangan program-program siaran NIROM segera diberitahukan kepada pendengarnya melalui buletin yang dikeluarkannya, yakni “Lustrum Nummer Soeara NIROM”.
Namun demikian, karena pada dasarnya NIROM merupakan stasiun radio milik pemerintah yang dikelola oleh staf-staf ahli penyiaran dari Eropa, maka NIROM merasa perlu untuk membentuk suatu komisi khusus yang menangani program-program siaran ketimuran. Oleh sebab itu, NIROM segera membentuk Commisie van Advies (Komisi Penasehat) yang tugasnya adalah memberi nasehat dan merumuskan program-program siaran ketimuran yang disesuaikan dengan selera pendengar.
Selain itu, demi tujuan bisnis yang lebih besar, NIROM juga menawarkan kerja sama dengan beberapa stasiun Radio Ketimuran lainnya. Ketika itu, NIROM menawarkan sejumlah kompensasi kepada Radio Ketimuran yang mau bekerja sama dengannya. Dalam menanggapi tawaran tersebut, sejumlah Stasiun Radio Ketimuran memiliki pandangannya masing, terutama karena Stasiun Radio Ketimuran menganggap bahwa adanya kerjasama ini juga dapat memberikan keuntungan keuangan bagi Radio Ketimuran sendiri. Oleh sebab itu, untuk menanggapi tawaran dari NIROM, maka pada tahun 1934 diadakan suatu pertemuan yang dihadiri oleh Ketua SRV, Ketua SRV Kring Batavia (setelah berdiri sendiri berganti nama menjadi VORO), dan SRV Kring Bandung (setelah berdiri sendiri berganti nama menjadi VORL) di Kota Sala untuk membahas adanya kemungkinan untuk dapat bekerjasama dengan NIROM. Dalam pertemuan tersebut, SRV Kring Batavia menyatakan kesediaannya untuk dapat bekerjasama dengan NIROM, sementara SRV Kring Bandung menyatakan keengganannya untuk dapat bekerjasama dengan NIROM.
Setelah itu, beberapa perundingan diadakan antara Radio Ketimuran dengan NIROM untuk mengupayakan kerjasama. Kesepakatan pun di dapat di natara NIROM dengan Radio Ketimuran dengan sejumlah syarat. Hasil kerjasama ini ternyata cukup positif dan menguntungkan keduabelah pihak, terutama jika dilihat dari segi keuangan. Apalagi, NIROM sebagai agen pemerintah, juga menarik pajak radio bagi seluruh penduduk yang memiliki radio di Hindia Belanda. Hal ini tentu saja sangat menguntungkan bagi NIROM. Lain halnya dengan Stasiun Radio Ketimuran yang mendapat sumber pendapatan dari iuran kontribusi pelanggan dan kompensasi dari NIROM.
Tetapi, kerjasama yang telah dijalin dengan NIROM berjalan tidak sampai satu tahun, karena NIROM sedang mempersiapkan NIROM II yang menyediakan saluran khusus mengenai Siaran Ketimuran. Di tahun 1936, NIROM II yang mengusung Siaran Ketimuran diluncurkan. Dengan demikian, pendapatan Radio Ketimuran mengalami penurunan yang cukup signifikan, sehingga dapat mematikan Radio Ketimuran yang sedang dalam keadaan minim sumber keuangan. Oleh sebab itu, sikap sepihak ini segera mendapat protes dari Radio Ketimuran. Sebaliknya, para pendengar NIROM semakin bertambah dengan adanya NIROM II yang khusus menyajikan program-program Ketimuran. NIROM bahkan bisa dikatakan sebagai stasiun radio terbesar di Hindia Belanda karena para pelanggan dan pendengarnya bisa mencapai puluhan ribu orang. Tentu saja, hal ini disebabkan karena NIROM mendapat dukungan penuh dari pemerintah dan teknologi yang sangat modern serta memiliki banyak staff ahli yang mendukungnya.
Setelah NIROM memutuskan kerjasamanya dengan Radio Ketimuran, muncul protes keras baik dari kalangan Radio Ketimuran maupun dari beberapa anggota Volksraad (Dewan Rakyat). Hal ini terkait juga dengan keuntungan besar yang sudah didapat oleh NIROM, baik dari Siaran Ketimuran dan pajak radio yang dipungut dari seluruh pemilik radio di Hindia Belanda, baik pendengar NIROM maupun bukan. Oleh sebab itu, pada tahun 1937 diadakanlah suatu pertemuan yang dihadiri oleh beberapa anggota Volksraad dan perwakilan dari VORO (Batavia), VORL (Bandung), MAVRO (Yogyakarta), SRV (Sala) dan CIRCO (Surabaya) yang melahirkan suatu perhimpunan baru yang anggotanya seluruh Radio Ketimuran dengan nama “Perikatan Perkumpulan Radio Ketimuran”.
Setelah itu, PPRK terus mendesak NIROM untuk mau bekerjasama kembali dan menyerahkan Siaran Ketimuran kepada PPRK. Perundingan demi perundingan pun terus diupayakan di tengah-tengah suhu ketegangan yang tinggi, sehingga baru pada tahun 1940 NIROM bersedia untuk bekerjasama kembali dengan Radio Ketimuran. Namun, kerjasama ini juga tidak berlangsung lama karena ketegangan Perang Dunia II dan kedatangan tentara Jepang ke Indonesia pada tahun 1942. Seluruh aset pemerintah segera diambil alih oleh Pemerintah Militer Jepang di Indonesia. NIROM dan semua stasiun radio yang ada di Hindia Belanda pun ditutup dan diambilalih oleh Jepang dan dipergunakan untuk kepentingannya di Indonesia, sehingga tahun 1942 juga merupakan tahun terakhir NIROM mengudara di Hindia Belanda.
Namun demikian, sejak awal berdirinya hingga diambilalih oleh Pemerintah Militer Jepang, NIROM sebagai stasiun radio Pemerintah Hindia Belanda telah membuktikan bahwa ia merupakan stasiun radio terbesar di Hindia Belanda. Hal ini tentu saja tidak mengherankan, karena NIROM mendapat dukungan penuh dari pemerintah baik dari segi teknis maupun dari segi keuangan. Selain untuk menyempurnakan jaringan telekomunikasi, NIROM juga dapat dikatakan merupakan alat Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapat keuntungan dari masyarakat Hindia Belanda baik melalui para pendengarnya maupun melalui pajak radio yang dikenakan kepada seluruh masyarakat yang memiliki radio.
Memang, jika ditinjau dari segi pasar, Hindia Belanda merupakan pasar yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan karena memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. Apalagi, kebutuhan masyarakat Hindia Belanda terhadap hiburan juga sangat besar di tengah minimnya hiburan pada kala itu. Hal ini tentu saja merupakan suatu kesempatan baik bagi pemerintah untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya dari radio dan pemerintah dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk menambah pendapatan negara dari radio. Oleh sebab itu, program-program NIROM juga disesuaikan dengan minat para pendengarnya yang lebih menyukai Siaran Ketimuran daripada Siaran Barat. Dengan disiarkannya Siaran Ketimuran, keuntungan NIROM dari para para pendengar semakin bertambah, terutama ketika NIROM berhasil membuat Siaran Ketimuran sendiri. Hal ini membuktikan bahwa NIROM memang memiliki orientasi bisnis semata, sehingga ia juga tidak terlalu memperhatikan nasib Radio Ketimuran yang sedang menghadapi kesulitan keuangan ketika memutuskan kerjasama secara sepihak dan memproduksi Siaran Ketimuran sendiri. Jadi, NIROM memang merupakan stasiun radio pemerintah yang hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya baik dari para pendengarnya maunpun dari para pemilik radio di Hindia Belanda guna menambah pendapatan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar