Nederlandsch
Indische Radio Oemroep Maatschapij (NIROM)
Sejak Guglielmo Marconi yang berasal dari Italia mematenkan penemuan awal teknologi
radio pada tahun 1896, teknologi radio tersebut terus mengalami perkembangan
yang sangat pesat dan terus mengalami penyempurnaan, terutama dalam hal
teknisnya. Namun, teknologi radio baru digunakan secara umum oleh masyarakat
Eropa pada awal abad ke-20. Sejak itu, teknologi radio mulai tumbuh menjadi
sebuah industri dan telah menjadi media telekomunikasi yang cukup penting di
Eropa selain telgraf dan telepon.
Perkembangan teknologi radio yang sangat pesat di Eropa, turut mempengaruhi
perkembangan media telekomunikasi di Hindia Belanda. Pemerintah Kolonial
Belanda mulai membawa teknologi radio ke wilayah Hindia Belanda pada awal tahun
1920-an sebagai media telekomunikasi alternatif selain telegraf dan telepon
yang sudah ada. Sejak itu, industri radio mulai tumbuh dan berkembang, sehingga
berbagai merek pesawat radio mulai masuk ke Hindia Belanda. Stasiun-stasiun
radio pun bermunculan di beberapa kota besar di Hindia Belanda. Namun,
stasiun-stasiun radio tersebut merupakan stasiun radio yang didirikan oleh
swasta Belanda. Oleh sebab itu, Pemerintah Hindia Belanda ingin segera
mendirikan suatu stasiun radio sendiri yang akan mengakomodasi kepentingan
pemerintah di Hindia Belanda dalam hal telekomunikasi. Stasiun radio milik
pemerintah tersebut kemudian diberi nama NIROM.
Berdirinya NIROM
Nederlandsch Indische Radio Oemroep Maatschapij atau lebih dikenal sebagai
NIROM merupakan salah satu stasiun radio terbesar yang ada di Hindia Belanda.
NIROM merupakan stasiun radio yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1934. NIROM sebenarnya bukanlah stasiun radio pertama yang berdiri
di Hindia Belanda, karena sebelumnya telah ada Bataviasche Radio Vereeniging
yang lahir di Batavia pada 16 Juni 1925, yang didirikan oleh swasta Belanda.
Selain itu, ada beberapa stasiun radio swasta lainnya yang didirikan di
beberapa kota besar di Hindia Belanda. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa
NIROM merupakan stasiun radio milik Pemerintah Hindia Belanda pertama yang ada
di kawasan Hindia Belanda.
Sejak awal tahun 1930-an, Pemerintah Hindia Belanda telah melakukan
berbagai pembangunan infrastruktur yang akan mendukung jaringan telekomunikasi
yang ada di Hindia Belanda, terutama jaringan telepon dan telegraf yang
merupakan akses penting dalam jaringan telekomunikasi pada kala itu. Selain
itu, Pemerintah Hindia Belanda juga sedang mempersiapkan pendirian stasiun
radio yang membutuhkan jalur kabel telepon yang sangat panjang dan berbagai teknologi
pendukungnya. Oleh sebab itu, berbagai persiapan telah dilakukan oleh
pemerintah dengan mendatangkan para ahli langsung dari Belanda.
Kemudian, untuk mematangkan rencana pendirian stasiun radio tersebut,
pemerintah melalui Dinas PTT (Pos, Telegraph, en. Telephone Dienst) segera membangun
beberapa pemancar (zender) di beberapa tempat di Pulau Jawa, seperti di Tanjung
Priuk, Surabaya, Bandung, dan Semarang. Jaringan kabel telepon pun dibutuhkan
untuk menghubungkan antara satu pemancar dengan pemancar lainnya, Kemudian, walaupun secara teknis masih belum
sempurna, NIROM secara resmi berdiri dan melakukan siaran perdana pada tanggal
1 April 1934 atau persis satu tahun setelah berdirinya SRV di Sala. Ketika itu,
jumlah pemancar yang telah didirikan oleh pemerintah baru sekitar empat buah
pemancar. Setelah itu, pemerintah terus melakukan pembangunan pemancar baru di
beberapa wilayah di Hindia Belanda, sehingga pada tahun 1936, NIROM telah
memiliki 20 pemancar. Baru kemudian pada tahun 1939, pemerintah melakukan penyempurnaan
kembali dengan membangun 28 pemancar di seluruh wilayah Hindia Belanda.
Pemerintah ketika itu juga membangun jaringan kabel telepon sepanjang ribuan
kilometer untuk menghubungkan satu pemancar dengan pemancar lainnya.
Namun demikian, selama pelaksanaan pembangunan infrastruktur pendukung,
secara teknis pemerintah mengalami banyak kendala. Kendala-kendala ini pada
umumnya dialami karena luasnya wilayah Hindia Belanda dan juga karena kendala teknis
yang dipengaruhi oleh iklim yang ada di Hindia Belanda yang beriklim tropis.
Namun, kendala-kendala teknis tersebut tidak menyurutkan pemerintah untuk
membangun stasiun radionya sendiri.
Perkembangan NIROM
Setelah NIROM berdiri, siaran-siaran yang ditawarkan berupa siaran-siaran
yang mengandung unsur budaya Barat, karena ketika itu pasar dari NIROM adalah
orang-orang Eropa yang ada di Hindia Belanda. Tetapi, demi kepentingan pasar
yang lebih besar, NIROM pun tidak menutup kemungkinan untuk menyiarkan
program-program budaya Ketimuran yang lebih diminati oleh masyarakat pribumi
Hindia Belanda, termasuk masyarakat Timur lainnya seperti masyarakat Tionghoa
dan masyarakat Arab yang tinggal di Hindia Belanda. Apalagi, setelah melihat
kesuksesan yang dialami oleh Radio Ketimuran. Oleh sebab itu, beberapa bulan
setelah peresmian berdirinya, NIROM pun segera mencoba untuk menyiarkan “Siaran
Ketimuran” dalam program siarannya. Ternyata, sambutan dari pendengar cukup
positif, sehingga NIROM memerlukan untuk menambah jam program “Siaran
Ketimuran”. Adanya perubahan dan perkembangan program-program siaran NIROM
segera diberitahukan kepada pendengarnya melalui buletin yang dikeluarkannya,
yakni “Lustrum Nummer Soeara NIROM”.
Namun demikian, karena pada dasarnya NIROM merupakan stasiun radio milik
pemerintah yang dikelola oleh staf-staf ahli penyiaran dari Eropa, maka NIROM
merasa perlu untuk membentuk suatu komisi khusus yang menangani program-program
siaran ketimuran. Oleh sebab itu, NIROM segera membentuk Commisie van Advies (Komisi Penasehat) yang tugasnya adalah memberi
nasehat dan merumuskan program-program siaran ketimuran yang disesuaikan dengan
selera pendengar.
Selain itu, demi tujuan bisnis yang lebih besar, NIROM juga menawarkan
kerja sama dengan beberapa stasiun Radio Ketimuran lainnya. Ketika itu, NIROM
menawarkan sejumlah kompensasi kepada Radio Ketimuran yang mau bekerja sama
dengannya. Dalam menanggapi tawaran tersebut, sejumlah Stasiun Radio Ketimuran
memiliki pandangannya masing, terutama karena Stasiun Radio Ketimuran
menganggap bahwa adanya kerjasama ini juga dapat memberikan keuntungan keuangan
bagi Radio Ketimuran sendiri. Oleh sebab itu, untuk menanggapi tawaran dari
NIROM, maka pada tahun 1934 diadakan suatu pertemuan yang dihadiri oleh Ketua
SRV, Ketua SRV Kring Batavia (setelah berdiri sendiri berganti nama menjadi
VORO), dan SRV Kring Bandung (setelah berdiri sendiri berganti nama menjadi
VORL) di Kota Sala untuk membahas adanya kemungkinan untuk dapat bekerjasama
dengan NIROM. Dalam pertemuan tersebut, SRV Kring Batavia menyatakan
kesediaannya untuk dapat bekerjasama dengan NIROM, sementara SRV Kring Bandung
menyatakan keengganannya untuk dapat bekerjasama dengan NIROM.
Setelah itu, beberapa perundingan diadakan antara Radio Ketimuran dengan
NIROM untuk mengupayakan kerjasama. Kesepakatan pun di dapat di natara NIROM
dengan Radio Ketimuran dengan sejumlah syarat. Hasil kerjasama ini ternyata
cukup positif dan menguntungkan keduabelah pihak, terutama jika dilihat dari
segi keuangan. Apalagi, NIROM sebagai agen pemerintah, juga menarik pajak radio
bagi seluruh penduduk yang memiliki radio di Hindia Belanda. Hal ini tentu saja
sangat menguntungkan bagi NIROM. Lain halnya dengan Stasiun Radio Ketimuran
yang mendapat sumber pendapatan dari iuran kontribusi pelanggan dan kompensasi
dari NIROM.
Tetapi, kerjasama yang telah dijalin dengan NIROM berjalan tidak sampai
satu tahun, karena NIROM sedang mempersiapkan NIROM II yang menyediakan saluran
khusus mengenai Siaran Ketimuran. Di tahun 1936, NIROM II yang mengusung Siaran
Ketimuran diluncurkan. Dengan demikian, pendapatan Radio Ketimuran mengalami
penurunan yang cukup signifikan, sehingga dapat mematikan Radio Ketimuran yang
sedang dalam keadaan minim sumber keuangan. Oleh sebab itu, sikap sepihak ini
segera mendapat protes dari Radio Ketimuran. Sebaliknya, para pendengar NIROM
semakin bertambah dengan adanya NIROM II yang khusus menyajikan program-program
Ketimuran. NIROM bahkan bisa dikatakan sebagai stasiun radio terbesar di Hindia
Belanda karena para pelanggan dan pendengarnya bisa mencapai puluhan ribu
orang. Tentu saja, hal ini disebabkan karena NIROM mendapat dukungan penuh dari
pemerintah dan teknologi yang sangat modern serta memiliki banyak staff ahli
yang mendukungnya.
Setelah NIROM memutuskan kerjasamanya dengan Radio Ketimuran, muncul protes
keras baik dari kalangan Radio Ketimuran maupun dari beberapa anggota Volksraad
(Dewan Rakyat). Hal ini terkait juga dengan keuntungan besar yang sudah didapat
oleh NIROM, baik dari Siaran Ketimuran dan pajak radio yang dipungut dari
seluruh pemilik radio di Hindia Belanda, baik pendengar NIROM maupun bukan. Oleh
sebab itu, pada tahun 1937 diadakanlah suatu pertemuan yang dihadiri oleh
beberapa anggota Volksraad dan perwakilan dari VORO (Batavia), VORL (Bandung),
MAVRO (Yogyakarta), SRV (Sala) dan CIRCO (Surabaya) yang melahirkan suatu
perhimpunan baru yang anggotanya seluruh Radio Ketimuran dengan nama “Perikatan
Perkumpulan Radio Ketimuran”.
Setelah itu, PPRK terus mendesak NIROM untuk mau bekerjasama kembali dan
menyerahkan Siaran Ketimuran kepada PPRK. Perundingan demi perundingan pun
terus diupayakan di tengah-tengah suhu ketegangan yang tinggi, sehingga baru
pada tahun 1940 NIROM bersedia untuk bekerjasama kembali dengan Radio
Ketimuran. Namun, kerjasama ini juga tidak berlangsung lama karena ketegangan
Perang Dunia II dan kedatangan tentara Jepang ke Indonesia pada tahun 1942.
Seluruh aset pemerintah segera diambil alih oleh Pemerintah Militer Jepang di
Indonesia. NIROM dan semua stasiun radio yang ada di Hindia Belanda pun ditutup
dan diambilalih oleh Jepang dan dipergunakan untuk kepentingannya di Indonesia,
sehingga tahun 1942 juga merupakan tahun terakhir NIROM mengudara di Hindia
Belanda.
Namun demikian, sejak awal berdirinya hingga diambilalih oleh Pemerintah
Militer Jepang, NIROM sebagai stasiun radio Pemerintah Hindia Belanda telah
membuktikan bahwa ia merupakan stasiun radio terbesar di Hindia Belanda. Hal
ini tentu saja tidak mengherankan, karena NIROM mendapat dukungan penuh dari
pemerintah baik dari segi teknis maupun dari segi keuangan. Selain untuk
menyempurnakan jaringan telekomunikasi, NIROM juga dapat dikatakan merupakan
alat Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapat keuntungan dari masyarakat Hindia
Belanda baik melalui para pendengarnya maupun melalui pajak radio yang
dikenakan kepada seluruh masyarakat yang memiliki radio.
Memang, jika ditinjau dari segi pasar, Hindia Belanda merupakan pasar yang
sangat besar yang dapat dimanfaatkan karena memiliki jumlah penduduk yang cukup
besar. Apalagi, kebutuhan masyarakat Hindia Belanda terhadap hiburan juga
sangat besar di tengah minimnya hiburan pada kala itu. Hal ini tentu saja
merupakan suatu kesempatan baik bagi pemerintah untuk mendapat keuntungan
sebesar-besarnya dari radio dan pemerintah dapat memanfaatkan kesempatan ini
untuk menambah pendapatan negara dari radio. Oleh sebab itu, program-program
NIROM juga disesuaikan dengan minat para pendengarnya yang lebih menyukai
Siaran Ketimuran daripada Siaran Barat. Dengan disiarkannya Siaran Ketimuran,
keuntungan NIROM dari para para pendengar semakin bertambah, terutama ketika
NIROM berhasil membuat Siaran Ketimuran sendiri. Hal ini membuktikan bahwa
NIROM memang memiliki orientasi bisnis semata, sehingga ia juga tidak terlalu
memperhatikan nasib Radio Ketimuran yang sedang menghadapi kesulitan keuangan
ketika memutuskan kerjasama secara sepihak dan memproduksi Siaran Ketimuran
sendiri. Jadi, NIROM memang merupakan stasiun radio pemerintah yang hanya
mencari keuntungan sebesar-besarnya baik dari para pendengarnya maunpun dari
para pemilik radio di Hindia Belanda guna menambah pendapatan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar