Biografi
Singkat Karel Zaalberg dan Bangkitnya Kaum Indo
Frans Hendrik Karel Zaalberg dilahirkan pada tanggal 26 November 1873 di
Batavia dari pasangan Pierre J.A. Zaalberg, seorang Belanda Totok yang bekerja
sebagai pegawai Departemen Pendidikan dengan Susanna Elisabeth de Bie, putri
seorang komis Indo-Belanda. Ia merupakan anak bungsu dari lima bersaudara dan
merupakan seorang jurnalis Indo yang cukup berpengaruh di Hindia Belanda. Dalam
perkembangannya, Karel Zaalberg tumbuh menjadi seorang Indo Eropa yang sangat
berpengaruh di Hindia Belanda, terutama karena perjuangannya yang gigih dalam
memperjuangkan nasib kaum Indo Eropa di Hindia Belanda.
Ketertarikannya dengan dunia jurnalistik telah dimulai sejak Karel Zaalberg
baru saja lulus dari HBS (Hoogere Burgerschool). Dalam usianya yang masih
sangat muda, yakni ketika ia baru berumur lima belas tahun, ia telah bergabung
dengan surat kabar Bataviaasch Niewsblad
yang dipimpin oleh P.A. Daum di Batavia.
Dalam surat kabar itulah Karel Zaalberg banyak belajar dari Daum, terutama pandangannya
mengenai masalah diskriminasi rasial yang diberlakukan oleh pemerintah, dimana
jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan hanya boleh dipegang oleh golongan
Totok, sementara golongan Indo hanya boleh memegang jabatan-jabatan rendahan.
Bagi golongan Indo, jabatan tertinggi yang bisa diraih dalam pemerintahan
adalah jabatan juru tulis. Posisi golongan Indo juga semakin terdesak setelah
pemerintah memberlakukan Politik Etis yang menghasilkan Pribumi terdidik yang
tingkat pengetahuannya tidak kalah dengan golongan Indo-Eropa. Pemerintah
sendiri lebih menyukai Pribumi terdidik atau golongan priyayi daripada kaum
Indo, karena selain kaum Pribumi terdidik memiliki tingkat pengetahuan yang
tidak kalah dengan kaum Indo, ongkos yang dikeluarkan pemerintah untuk menggaji
golongan Pribumi terdidik ini juga lebih kecil daripada kaum Indo.
Pada tahun 1891, Zaalberg telah diangkat sebagai redaktur kedua Bataviaasch Niewsblad ketika usianya
baru saja menginjak 20 tahun. Kemudian, karena prestasinya yang terus menanjak,
pada tahun 1894. Namun, meskipun prestasinya sangat baik dalam bidang
jurnalistik, tidak lantas membuatnya dapat langsung menduduki posisi tertinggi
di surat kabar tersebut. Pada tahun 1898, posisi Daum sebagai pemimpin redaksi
digantikan oleh Ph.S. de Laat de Kanter, yang merupakan teman dekat P. A Daum.
Kemudian, pada tahun 1900 posisi de Kanter digantikan oleh J.F. Scheltema
sampai tahun 1903. Setelah itu, posisi Scheltema digantikan oleh D.A. Hooyer
yang memegang posisi sebagai pemimpin redaksi hingga tahun 1908. Namun
akhirnya, Zaalberg dapat menempati posisi tertinggi dalam Bataviaasch Niewsblad itu pada tahun 1898.
Masih pada tahun yang sama setelah Karel Zaalberg menempati posisi
tertinggi dalam Bataviaasch Niewsblad,
berdirilah sebuah organisasi yang didirikan oleh golongan Indo yang bernama Indische Bond. Organisasi ini merupakan
sebuah organisasi sosial yang memiliki program untuk memajukan bidang pertanian
dan perbaikan sistem pendidikan, sehingga menciptakan peluang kerja yang lebih
besar bagi golongan Indo-Eropa miskin. Selain itu, organisasi ini juga berupaya
untuk memperjuangkan hak kaum Indo untuk
mendapat kewarganegaraan. Anggota Indische
Bond rata-rata berasal dari para kelas pekerja, terutama pegawai kereta api
dan pegawai pemerintah golongan rendahan. Sebagai salah seorang anggota Indische Bond, Karel Zaalberg merupakan
anggota yang cukup berpengaruh dalam organisasi tersebut karena Zaalberg sering
menyumbangkan saran-sarannya demi kemajuan organisasi.
Pada tahun 1902, datang sebuah kapal yang membawa Douwes Dekker kembali ke
Hindia Belanda setelah petualangannya di Afrika Selatan. Pada tahun berikutnya,
ia bergabung dengan Soerabaiasch
Handelsblad. Namun, tidak lama kemudian ia bergabung dengan Bataviaasch Niewsblad. Di sanalah ia
mulai bekerjasama dengan Karel Zaalberg, terutama dalam melawan diskriminasi
rasial terhadap kaum Indo di Hindia Belanda. Douwes Dekker segera menempati salah satu
posisi penting di surat kabar tersebut dan menjadi redaktur dalam surat kabar
tersebut. Tidak lama setelah ia bergabung dengan surat kabar tersebut, ia telah
menjadi salah seorang yang cukup berpengaruh dalam surat kabar tersebut selain
Karel Zaalberg. Namun, kerjasama ini pecah ketika Douwes Dekker mendirikan
Indische Partij bersama dengan Soewardi Soejaningrat dan Tjipto
Mangoenkoesoemo. Zaalberg sendiri mengkritisi pemikiran Dekker tentang
pemerintahan sendiri yang dianggapnya terlalu prematur dan masih terlalu dini.
Karel Zaalberg berhasil menjadi ketua umum Indische Bond dari tahun 1912
hingga tahun 1917. Meskipun ia sangat mendukung keikutsertaan kaum Indo sebagai
bagian dari masyarakat Eropa, tetapi ia sangat kritis terhadap munculnya
benih-benih nasionalisme Indonesia. Zaalberg sebenarnya adalah orang yang
sangat mendukung politik Asosiasi, yakni adanya kerjasama antara orang Eropa
dan Pribumi. Namun dalam beberapa hal, ia menunjukkan sikap kritisnya terhadap
adanya akibat-akibat yang mungkin akan ditimbulkannya yang dapat mempengaruhi
kepentingan kaum Indo sendiri. Ia juga mengkritisi akan adanya sikap
nasionalisme Indonesia dan kecenderungan mereka untuk memisahkan diri dari
keberadaan kelompok-kelompok non-pribumi, seperti orang-orang Eropa Totok,
Indo, dan Cina. Ia juga menganggap bahwa adanya sikap nasionalisme berdasarkan
kesamaan agama seperti yang dianut oleh SI dapat mengakibatkan terhambatnya
hubungan kerjasama antara kelompok Indo Eropa dengan Pribumi.
Keberhasilannya untuk menempati posisi elite dalam organisasi tersebut
telah membuat Indische Bond kembali bangkit dari stagnasi yang dialami oleh
organisasi tersebut sebelumnya. Namun, tetap tidak ada perubahan yang
signifikan terhadap organisasi tersebut, sehingga Zaalberg merasa perlu untuk
mendirikan organisasi baru. Organisasi baru tersebut adalah Indo Europeesch Verbond (IEV) pada
tanggal 13 Juli 1919. Setelah itu, anggaran dasar organisasi dapat diselesaikan
dan disepakati pada tanggal 7 Oktober 1919.
Tujuan IEV pada dasarnya adalah untuk memajukan perkembangan moral, sosial,
intelektual, dan ekonomi masyarakat Indo-Eropa di Hindia. Hampir sama dengan
Indishe Bond, tujuan tersebut dapat tercapai dengan jalan memajukan pendidikan
dan mendirikan sekolah-sekolah bagi kaum Indo-Eropa, serta meningkatkan
solidaritas di antara kaum Indo. Pengaruh Karel Zaalberg pun sangat besar dalam
awal pendirian organisasi ini, sehingga organisasi ini dapat tumbuh menjadi sebuah
organisasi kaum Indo terbesar yang ada di Hindia yang berusaha untuk
mengusahakan hak-hak kaum Indo dan menentang keras adanya diskriminasi dan
marjinalisasi terhadap kaum Indo di tanah kelahirannya di Hindia. Namun,
organisasi ini juga secara tegas menentang adanya aksi-aksi revolusioner dari
rakyat Pribumi karena dapat menciderai politik asosiasi yang sudah terjalin
selama ini. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya IEV justru bertindak menjadi
lawan dan pengimbang dari kaum nasionalis Indonesia, terutama di dalam
Volksraad.
Organisasi ini pun akhirnya dapat berhasil untuk menyamakan status kaum
Indo menjadi sama dengan status kaum Eropa di Hindia Belanda setelah perjuangan
yang cukup panjang. Diangkatnya status kaum Indo ini juga dipengaruhi oleh
situasi politik yang kian memanas akibat pesatnya pertumbuhan
organisasi-organisasi pergerakan kaum Pribumi di Hindia Belanda yang dapat
membahayakan kedudukan Pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi, kebangkitan kaum
Indo ini bisa menjadi suatu warna lain dalam sejarah pergerakan nasional, di
mana kaum Indo yang sebelumnya terjepit posisinya di antara Eropa Totok dengan
Pribumi, dapat bersatu dan berjuang bersama-sama sehingga akhirnya dapat
menempatkan posisi mereka menjadi sejajar dengan golongan Eropa Totok.